Beberapa remaja putri berstatus pelajar yang berasal dari keluarga elite atau kaya ternyata menyambi atau mempunyai pekerjaan sambilan sebagai pelacur. Para pelajar sekolah favorit di Surabaya ini memasuki dunia prostitusi kelas tinggi dengan tarif antara Rp 500.000-Rp 800.000 untuk sekali kencan. Cara menjaring mangsanya adalah dengan memanfatkan fasilitas chating di internet dan situs jejaring sosial Facebook.
Hal tersebut terungkap saat Unit I Sat Pidum Reskrim Polwiltabes Surabaya membongkar sindikat prostitusi yang melibatkan remaja usia 15 tahun-18 tahun. Para anggota sindikat ini bukan remaja-remaja dari keluarga miskin melainkan para warga Surabaya yang juga pelajar SMA dan SMK favorit alias sekolah elite.
AKBP Anom Wibowo, kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, Minggu (31/1), menjelaskan, selain mereka sebenarnya ada mahasiswi dan karyawati yang terlibat tetapi dari segi usia tidak menyalahi hukum. “Hanya yang di bawah umur 18 tahun yang bisa dijerat Pasal 2 junto 17 UU Nomor 21 tahun 2007 (tentang Perdagangan Orang, Red) dan Pasal 88 UU nomor 23 tahun 2002 (tentang Perlindungan Anak, Red),” katanya
Fakta bahwa para pelajar menyambi sebagai pelacur itu berasal dari keluarga mampu dan mapan diketahui setelah tujuh pelaku prostitusi diperiksa di lantai III Gedung Sat Reskrim Mapolwiltabes Surabaya. Lima di antaranya ternyata pelajar sekolah-sekolah favorit, yaitu EL, FT, MD, LS, dan RS. Polisi kemudian meminta orangtua masing-masing ke mapolwiltabes untuk menjemput anak mereka. ”Para orangtuanya datang bermobil. Mereka terkejut dengan ulah anak-anaknya. Bahkan ada yang histeris ketika tahu anaknya terlibat prostitusi,” ungkap salah satu penyidik.
Hal tersebut terungkap saat Unit I Sat Pidum Reskrim Polwiltabes Surabaya membongkar sindikat prostitusi yang melibatkan remaja usia 15 tahun-18 tahun. Para anggota sindikat ini bukan remaja-remaja dari keluarga miskin melainkan para warga Surabaya yang juga pelajar SMA dan SMK favorit alias sekolah elite.
AKBP Anom Wibowo, kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, Minggu (31/1), menjelaskan, selain mereka sebenarnya ada mahasiswi dan karyawati yang terlibat tetapi dari segi usia tidak menyalahi hukum. “Hanya yang di bawah umur 18 tahun yang bisa dijerat Pasal 2 junto 17 UU Nomor 21 tahun 2007 (tentang Perdagangan Orang, Red) dan Pasal 88 UU nomor 23 tahun 2002 (tentang Perlindungan Anak, Red),” katanya
Fakta bahwa para pelajar menyambi sebagai pelacur itu berasal dari keluarga mampu dan mapan diketahui setelah tujuh pelaku prostitusi diperiksa di lantai III Gedung Sat Reskrim Mapolwiltabes Surabaya. Lima di antaranya ternyata pelajar sekolah-sekolah favorit, yaitu EL, FT, MD, LS, dan RS. Polisi kemudian meminta orangtua masing-masing ke mapolwiltabes untuk menjemput anak mereka. ”Para orangtuanya datang bermobil. Mereka terkejut dengan ulah anak-anaknya. Bahkan ada yang histeris ketika tahu anaknya terlibat prostitusi,” ungkap salah satu penyidik.
Tingkat kemapanan ekonomi mereka juga terlihat dari cara berpakaian, ponsel yang dipakai, dan asal sekolah, yaitu sekolah negeri dan swasta favorit. Alasan para pelajar itu terlibat prostitusi karena ikut-ikutan agar “gaul” dan bisa mendapatkan uang saku lebih banyak.
Polisi mengamankan dua tersangka, yaitu germo bernama Endry Margarini alias Vey (20), warga Dukuh Kupang Timur; dan Ach Afif Muslichin (21), warga Candi, Sidoarjo. Vey, yang sedang hamil sembilan bulan ditangkap pada hari Sabtu (30/1) siang.
Beberapa jam setelah ditangkap, Sabtu sore, Vey dibawa ke RS Polri Moh Dahlan, di belakang Gedung Sat Reskrim, untuk melahirkan. ”Dia melahirkan secara operasi caesar. Anaknya laki-laki tapi belum menikah alias tanpa suami,” tambah Anom.
Kedua tersangka ditangkap di rumah masing-masing setelah polisi menggerebek kamar 514 Hotel Malibu, di Jl Ngagel. ”Selama dua pekan pengintaian kami melihat banyak remaja putri nongkrong kemudian kami ikuti. Ternyata mereka melakukan tindakan prostitusi,” imbuh AKP Arbaridi Jumhur, kanit I Pidum, yang mendampingi Anom.
Hasil pemeriksaan didapat dari pria hidung belang berinisial DR, dia mengaku membooking LS lewat internet melalui akun Facebook. Akun milik Vey itu dilengkapi foto-foto gadis-gadis yang dijual. Adapun komunikasi dilakukan calon pembooking via chating melalui Yahoo Messenger (YM) dengan operator Afif.
Setelah sepakat, DR atau para pria hidung belang lain menunggu di hotel, dan didatangi pelacur-pelacur belia berstatus pelajar. Setelah “bekerja” para gadis akan menemui Afif atau Vey untuk bagi hasil. Menurt Afif, mereka memperoleh 50 persen, sedangkan 10 persen lainnya dibagi antara Afif dan Vey. ”Saya biasanya dapat Rp 100.000,” lanjut Afif. Wah, mau jadi apa negara kita kalau para pelajarnya seperti ini.
No comments:
Post a Comment